OPINI - Dalam kancah politik, ungkapan-ungkapan dramatis seringkali mencerminkan realitas yang lebih kelam. Karl Marx, seorang filsuf revolusioner, pernah menyatakan bahwa "Untuk dapat meraih tujuan tertentu dalam politik, seseorang boleh berkawan dengan setan—hanya orang itu harus memiliki kepastian bahwa ia sedang menipu setan dan bukan sebaliknya." Pernyataan ini memuat kiasan yang sarat makna tentang realitas politik yang tak jarang penuh tipu daya, kompromi, dan taktik licik.
Politik adalah dunia di mana kepentingan pribadi dan publik sering kali berkelindan, kadang tanpa batas yang jelas. Demi meraih tujuan tertentu, banyak pelaku politik yang tidak segan-segan melakukan segala cara, termasuk merangkul pihak-pihak yang dianggap "berbahaya" atau tidak bermoral. "Berkawan dengan setan" dalam konteks ini bisa diartikan sebagai kolaborasi dengan pihak-pihak yang bertentangan dengan nilai atau prinsip awal seorang politikus, asalkan hasil akhirnya menguntungkan. Namun, pesan inti dari pernyataan Marx adalah bahwa seseorang harus selalu sadar dalam permainan ini, karena siapa yang akhirnya dikendalikan bisa menjadi kabur.
Taktik manipulasi dan kemunafikan adalah senjata utama dalam politik, terutama di tengah situasi yang tidak menentu seperti kampanye atau perebutan kekuasaan. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana memastikan bahwa sang pemain politik tidak "dikalahkan" oleh setan yang diajak berkolaborasi? Dalam dunia politik modern, di mana media, opini publik, dan dinamika kekuasaan begitu cepat berubah, pengendalian narasi menjadi kunci utama untuk tetap berada di atas.
Namun, "menipu setan" bukan tanpa risiko. Dalam prosesnya, seorang politikus bisa kehilangan integritas atau kepercayaan masyarakat, bahkan terjebak dalam jaring-jaring permainan yang lebih rumit. Seperti dalam politik lokal di berbagai daerah, termasuk Pilkada Mesuji, di mana koalisi yang awalnya terlihat menguntungkan bisa berubah menjadi bumerang ketika kepentingan mulai berselisih. Apakah strategi "menipu setan" ini benar-benar efektif? Ataukah, justru berpotensi menenggelamkan aktor politik ke dalam skenario yang tak terkendali?
Pada akhirnya, pernyataan Marx ini menjadi pengingat bahwa dalam politik, permainan kekuasaan selalu penuh risiko. Namun, mereka yang berhasil menavigasi dunia ini dengan cerdas dan tidak terjebak dalam jebakan yang mereka buat sendiri, adalah mereka yang mungkin akan bertahan. Yang jelas, politik bukan sekadar soal kemenangan, melainkan tentang bagaimana cara memainkan permainan tanpa kehilangan diri sendiri di dalamnya.
Mesuji, Dongeng_20 oktober 2024
Baca juga:
Tony Rosyid: Plus Minus NU Dukung Anies
|
KMR 007
Penggiat Pemilu